Macam-macam Ungkapan Talak Menurut Islam
2/24/18
Dalam menjalani rumah tangga tidak selamanya akan berjalan mulus tanpa sebuah hambatan atau sebuah masalah. Rumah tangga tidak akan pernah terlepas dari yang namanya sebuah masalah, baik masalah dari intern maupun ekstern. Salah satu masalah yang sering terjadi di dalam sebuah keluarga adalah karena masalah ekonomi.
Sebenarnya jika kedua belah pihak (red:suami dan istri) saling mendukung, saling menguatkan dan saling menerima satu sama lain, maka masalah tersebut dapat dengan mudah di atas. Selain masalah ekonomi, berikut ini ada 19 penyebab pernikahan dan bagaimana solusi penyelesaiannya. Silahkan dibaca terlebih dahulu agar paham apa saja penyebab perceraian dan solusinya agar tidak terjadi perceraian. Karena yang harus suami istri pahami, bukan hanya akan timbul dampak buruk perceraian terhadap mantan suami atau istri saja, terjadinya perceraian juga akan berdampak buruk terhadap anak.
Perceraian Menurut Islam
Ungkapan Talak Menurut Islam |
Dalam artikel ini akan di bahas tentang syarat perceraian dan ungkapan atau ucapan yang termasuk talak. Jadi untuk suami, berhati-hatlah dalam berkata. Jangan dengan mudah mengucapkan talak kepada istrinya. Talak tidak akan terjadi jika tidak memenuhi 2 point dibawah ini:
- Mukallaf
Maksud mukallaf adalah berakal dan baligh. Tidak sah talak seorang suami yang masih kecil, gila, mabuk dan tidur, baik talak menggunakan kalimat yang tegas maupun bergantung.
رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتي يشب وعن المقتوه حتى يعقل
"Terangkat pena dari tiga orang: Orang tidur sehingga bangun, anak kecil sampai bermimpi keluar air sperma (baligh), dan orang gila sampai berakal." (HR. At-Tirmidzi).
كل طلاق جائز إلا طلاق المغلوب على عقله
"Setiap talak itu boleh kecuali talaknya orang yang kurang akalnya." (HR. At-Tirmidzi dan Al-Bukhari secara mauquf).
- Pilihan Sendiri
Nabi Muhammad SAW bersabda:
لا طلاق في إغلاق
"Tidak ada talak sah pada orang tertutup."
Maksud tertutup di sini adalah orang yang terpaksa. Sebutan tersebut diberikan karena orang yang terpaksa itu tertutup segala pintu, tidak dapat keluar melainkan harus talak. Adapun jika pemaksaan itu didasarkan kepada kebenaran seperti kondisi keharusan talak yang dipaksakan oleh hakim, hukumnya sah karena paksaan ini dibenarkan.
Ungkapan Talak / Sighat Talak
Ada banyak jenis sighat talak menurut islam, jadi untuk suami berhati-hatilah dalam berbicara ketika sedang emosi.
1. Ungkapan Talak Dengan Bahasa Jelas (Sharih)
Talak terjadi dengan segala sesuatu yang menunjukan putusnya hubungan pernikahan, baik dengan menggunakan ucapan, tulisan yang ditujukan kepada istri, isyarat dari seorang suami bisu, maupun dengan utusan.
Talak sharih menggunakan tiga lafal, yaitu ceria (talak), pisah (firaq), dan terlepas (sarah).
Contoh lafal talak seperti:
- Hai orang yang tertalak (يا طالق ),
- wanita tertalak (مطلقة ),
- engkau seorang tertalak ( أنت طالق ), dan
- aku talak engkau (طلقتك ).
Ketiga lafal di atas tegas dan jelas (sharih) wanita terletak karena lafal-lafal tersebut, baik seorang suami berniat talak maupun tidak selama ia mengerti maksud lafal tersebut dan sengaja melafalkannya.
2. Ungkapan Talak Dengan Sindiran (Kinayah)
Lafal talak sindiran (Kinayah), yaitu suatu kalimat yang mempunyai arti cerai atau yang lain. Kalimatnya banyak dan tidak terhitung, tetapi berikut ini disebutkan beberepa contoh saja bukan berarti menjumlah hitungan.
Berikut ini beberapa contoh talak sindiran, misalnya engkau bebas, engkau terputus, engkau terpisah, melanggarlah, bebaskan rahimmu, pulanglah ke orangtuamu, talimu terhadap aku keanehanmu, jauhkan aku, pergilah, dan lain-lain.
Syarat terjadinya talak dengan sindiran, yaitu lafal yang diungkapkan disertai dengan niat. Hanya para ulama berbeda pendapat mengenai waktu niat, yaitu ada tiga pendapat:
- Pertama: adanya niat harus pada permulaaan mengucap sampai dengan selesainya.
- Kedua: cukup dibarengkan pada awal lafal saja dan menjalar pada lafal setelahnya.
- Ketiga: cukup niat pada bagian lafal, baik pada awal atau akhirnya karena sumpah itu diperhitungkan pada kesempurnaannya.
3. Talak dengan Isyarat
a. Isyarat Bagi Orang Bisu
Sebagian ulama mensyaratkan adanya isyarat apabila orang bisu itu tidak mengetahui tulisan dan tidak mampu menulis. Jika ia mengetahui dan mampu menulis, tidak boleh menggunakan isyarat karena tulisan lebih menunjukan apa yang dimaksud dirinya, maka tidak boleh pindah kepada tulisan kecuali terpaksa karena tidak ada kemampuan.
b. Isyarat Bagi Orang Yang Dapat Bicara
Ulama berbeda pendapat mengenai isyarat orang yang dapat berbicara.
- Pertama: isyarat talak dari orang dapat berbicara tidak sah talaknya, karena isyarat yang diterima dan menempati ucapan bagi haknyaorang bisu dan diposisikan karena darurat, sedangkan di sini tidak ada darurat.
- Kedua: isyarat orang yang dapat berbicara dikategorikan talak sindiran (Kinayah) karena secara global member pemahaman talak.
4. Talak Dengan Tulisan
Fuqaha mensyaratkan bahwa tulisan itu hendaknya jelas dan terlukis. Maksudnya jelas adalah jelas tulisannya sehingga terbaca ketika ditulis di lembaran kertas dan sesamanya. Maksud terlukis, tertulis ke alamat istri. Pendapat lain mengatakan, tulisan tersebut termasuk sharih, maka terjadilah talak.
Ulama Syafi’iyah berbeda pendapat tentang terjadinya talak dengan tulisan yang disertai niat, yakni ada dua pendapat:
- Pertama: sebagaimana yang tertulis dalam kitab Al-Umm, bahwa talak tersebut terjadi karena tulisan itu sendiri dari beberapa huruf yang dipahami bermakna talak, boleh talak dengan tulisan sperti talak dengan ucapan.
- Kedua: tidak terjadi talak seperti dengan isyarat.
5. Talak Bebas dan Bergantung
Shighat talak ada kalanya bebas tidak terikat (munjizah), ada kalanya bergantung (Mu’allaq) dan ada kalanya disandarkan pada masa yang akan datang. Shighat talak yang bebas adalah shighat yang tidak bergantung pada syarat dan tidak disandarkan pada waktu yang akan datang. Ia dimaksudkan oleh orang yang mengucapkannya terjadinya talak sekaligus.
Shighat talak bergantung adalah apa yang dijadikan suami untuk mencapai talak digantungkan pada syarat atau sifat. Disyaratkan sahnya talak bergantung dan terjadinya talak pada tiga perkara:
- Hendaknya digantungkan pada sesuatu yang belum ada dan mungkin ada setelah itu.
- Shighat talak diucapkan pada wanita yang menjadi sasaran cerai masih dalam tanggungannya.
- Wanita dalam tanggungannya pada saat tercapainya sifat yang digantungi.
Talak bergantung ada dua bagian, yaitu sebagai berikut:
- Pertama, ta’liq qasami, dimaksudkan sebagaimana dalam sumpah, yakni untuk menekan istri agar mau melakukan sesuatu atau meninggalknnya dan atau memperkuat berita.
- Kedua, ta’liq syarthi, dimaksudkan untuk menjatuhkan talak ketika tercapainya syarat.
Kedua talak bergantung di atas menyebabkan terjadinya talak menurut mayoritas ulama jika tercapainya apa yang digantunginya.
6. Shighat Talak Pada Masa Yang Akan Datang
Talak terkadang disandarkan pada masa yang akan datang dengan tujuan talak kapan waktu itu datang. Seperti perkataan suami kepada istrinya: “Engkau tertalak besok atau besok awal tahun”. Talak terjadi besok atau pada awal tahun apabila wanita itu masih memilikinya pada saat datangnya waktu yang disandari tersebut.
7. Persaksian Talak
Menurut pendapat jumhur fuqahabaik salaf maupun khalaf menjatuhkan talak tidak perlu saksi, karena talak itu sebagian dari hak suami maka tidak perlu bukti atau saksi untuk melakukan haknya.
8. Pemberian Kekuasaan/Penyerahan Talak (kepada Istri)
Sebagaimana kami katakan bahwa talak itu di antara hak suami. Ia boleh mencerai istri sendiri dan boleh menyerahkannya kepada wanita untuk menceraikan dirinya. Fuqaha telah membicarakan yang kedua ini, misalnya seorang suami berkata kepada istri: “Talaklah diri engkau sendiri jika engkau mau”. Fuqaha juga menyebutkan contoh lain misalnya, “Pilihlah dirimu urusanmu di tanganmu”.
Penyusun artikel: Muhammad Ilham Miftah Fauzan
Sumber Referensi: Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam & Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyid Hawwas (Fiqh Munakahat, AMZAH: Jakarta. 2011)
Penyusun artikel: Muhammad Ilham Miftah Fauzan
Sumber Referensi: Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam & Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyid Hawwas (Fiqh Munakahat, AMZAH: Jakarta. 2011)