Rukun Nikah Menurut Islam
3/7/18
Rukun dan syarat adalah menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan dan mengandung arti yang berbeda, bahwa rukun adalah sesuatu yang berada di dalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya. Sedangkan syarat adalah sesuatu yang berada diluarnya dan tidak merupakan unsurnya. Syarat itu ada yang berkaitan dengan rukun, dalam arti syarat yang berlaku untuk setiap unsur yang menjadi rukun. Ada pula syarat itu berdiri sendiri, dalam arti tidak merupakan kriteria dari unsur-unsur rukun.
Dalam suatu acara perkawinan umpamanya, rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal. Dalam arti, perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap. Perihal hukum perkawinan, dalam menempatkan mana yang rukun dan mana yang syarat terdapat perbedaan di kalangan para ulama, yang mana perbedaan ini tidak bersifat substansial. Perbedaan di antara pendapat tersebut disebabkan oleh karena berbedanya para ulama dalam melihat fokus perkawinan itu sendiri.
Tentunya setiap rukun dan syarat yang berlaku pada setiap jenis amalan ibadah adalah berasal dari tuntunan ayat suci al-Qur’an dan hadits hadits nabi. Pada kasus tertentu, ijmak para ulama, qiyas dan lain sebagainya pun terkadang dipakai dalam menentukannya. Semua itu akan jelas dan tidak diragukan lagi jika berasal dari Allah dan Rasul-Nya.
Hadits Rukun Nikah
Menurut jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan terdiri dari :
1. Calon suami dan istri
Terdapat sepasang pria dan wanita yang ingin menikah. Di dalam agama apapun, pasti tidak dibenarkan pernikahan yang terjadi antar seorang pria dengan seorang pria pula, ataupun sebaliknya, seorang wanita dengan seorang wanita. Begitupun di agama islam, tidak dibenarkan jika terdapat sepasang kekasih yang menikah sama jenis kelaminnya.
2. Wali
Adanya seseorang dari pihak wanita yang menikahkan seorang wanita yang menjadi walinya. Wali haruslah seorang laki-laki yang muslim, yang berakal dan baligh.
Hadis Nomor 23236, Musnad Ahmad:
Yang Artinya: Telah menceritakan kepada kami Hassan Telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah Telah menceritakan kepada kami Ja'far bin Rabi'ah dari Ibnu Syihab dari Urwah bin Az-Zubair dari Aisyah berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Setiap wanita yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya adalah batil, bila (suaminya) Telah menggaulinya maka ia berhak untuk mendapatkan maharnya karena ia telah menggauli lewat kemaluannya. Dan, jika mereka saling berselisih, maka pemerintahlah yang menjadi wali bagi siapa yang tidak mempunyai wali." (Hadis Riwayat Ahmad Nomor hadis: 23236)
Hadis Nomor 23236, Musnad Ahmad:
حَدَّثَنَا حَسَنٌ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ رَبِيعَةَ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ أَصَابَهَا فَلَهَا مَهْرُهَا بِمَا أَصَابَ مِنْ فَرْجِهَا وَإِنْ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ
Yang Artinya: Telah menceritakan kepada kami Hassan Telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah Telah menceritakan kepada kami Ja'far bin Rabi'ah dari Ibnu Syihab dari Urwah bin Az-Zubair dari Aisyah berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Setiap wanita yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya adalah batil, bila (suaminya) Telah menggaulinya maka ia berhak untuk mendapatkan maharnya karena ia telah menggauli lewat kemaluannya. Dan, jika mereka saling berselisih, maka pemerintahlah yang menjadi wali bagi siapa yang tidak mempunyai wali." (Hadis Riwayat Ahmad Nomor hadis: 23236)
Jalur sanad dari hadis di atas:
- Aisyah binti Abi Bakar Ash Shiddiq
- Urwah bin Az Zubair bin Al 'Awwam bin Khuwailid bin Asad bin 'Abdul 'Izzi bin Qu
- Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin 'Abdullah bin Syihab
- Ja'far bin Rabi'ah bin Syurahbil bin Hasanah
- Abdullah bin Lahi'ah
- Al Hasan bin Musa
Nama Lengkap | Aisyah binti Abi Bakar Ash Shiddiq |
Kalangan | Sahabat |
Kuniyah | Umum |
Negeri Semasa Hidup | Madinah |
Wafat | 58H |
Nama Lengkap | Urwah bin Az Zubair bin Al 'Awwam bin Khuwailid bin Asad bin 'Abdul 'Izzi bin Qu |
Kalangan | Tabi'in kalangan pertengahan |
Kuniyah | Abu Abdullah |
Negeri Semasa Hidup | Madinah |
Wafat | 93 H |
Nama Lengkap | Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin 'Abdullah bin Syihab |
Kalangan | Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan |
Kuniyah | Abu Bakar |
Negeri Semasa Hidup | Madinah |
Wafat | 124 H |
Nama Lengkap | Ja'far bin Rabi'ah bin Syurahbil bin Hasanah |
Kalangan | Tabi'in kalangan biasa |
Kuniyah | Abu Syurahbil |
Negeri Semasa Hidup | Maru |
Wafat | 136 H |
Nama Lengkap | Abdullah bin Lahi'ah |
Kalangan | Abdullah bin Lahi'ah |
Kuniyah | Abu Abdur Rahman |
Negeri Semasa Hidup | Maru |
Wafat | 174 h |
Nama Lengkap | Al Hasan bin Musa |
Kalangan | Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa |
Kuniyah | Abu 'Ali |
Negeri Semasa Hidup | Jazirah |
Wafat | 209 H |
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: لاَ نِكَاحَ اِلاَّ بِوَلِيٍّ وَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ وَلِيٍّ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، بَاطِلٌ باَطِلٌ. فَاِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلِيٌّ فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهَا. ابو داود الطيالسى
Yang artinya adalah “Dari ‘Aisyah bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Tidak ada nikah melainkan dengan (adanya) wali, dan siapasaja wanita yang nikah tanpa wali maka nikahnya batal, batal, batal. Jika dia tidak punya wali, maka penguasa (hakimlah) walinya wanita yang tidak punya wali”.
(Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi)
Selain dari hadis, al-quranpun menyinggung tentang wali nikah perkawinan. Ini tertulis di dalam al-quran surat an-nurr ayat 32 yang berbunyi:
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Yang memiliki arti: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Dari ayat 32 surat an-Nuur di atas dapat dipahami bahwa seorang wali tidaklah risau ketika ingin menikahkan anaknya kepada pria lain yang belum memiliki banyak harta. Jika kelak terjadi pernikahan kemudian mereka miskin, insya Allah akan Allah beri kemudahan dalam mencari rezeki. Ingat, Allah Maha Luas pemberiannya.
3. Dua (2) Orang Saksi
Dalam pelaksanaan pernikahan, selain harus ada calon mempelai wanita dan pria yang ingin menikah serta wali, maka selanjutnya yang menjadi rukun nikah adalah harus adanya 2 orang saksi yang hadir dalam pernikahan tersebut. Berikut ini terdapat hadis yang menjadi penguat bahwa pernikahan harus dihadiri oleh 2 orang saksi.
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: لاَ نِكَاحَ اِلاَّ بِوَلِيٍّ وَ شَاهِدَى عَدْلٍ.( احمد بن حنبل)
Artinya adalah: “Dari ‘Imran bin Hushain dari Nabi SAW beliau bersabda, “Tidak ada nikah melainkan dengan wali dan dua saksi yang adil”. (Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal)
Dapat dipahami disini adalah bahwa yang namanya saksi adalah seseorang yang hadir, melihat, mendengar akad pernikahan secara langsung dengan menggunakan mata kepalanya sendiri.
Jika terdapat seorang wanita yang tidak memiliki wali nikah karena suatu hal, maka wali nikah dapat digantikan oleh hakim yang berkuasa. Hadisnya adalah sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ نِكَاحَ اِلاَّ بِوَلِيٍّ وَ شَاهِدَىْ عَدْلٍ، فَاِنْ تَشَاجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ. الدارقطنى
Artinya adalah: Dari ‘Aisyah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil, kemudian jika mereka berselisih, maka penguasa (hakim)-lah yang menjadi wali bagi orang yang tidak punya wali”. [Hadis yang diriwayatkan oleh Daruquthni]
Perihal rukun nikah yang ketiga ini, saksi pernikahan dalam al-Qur’an memang tidak secara tegas atau tidak dijelaskan secara eksplisit. Namun saksi untuk masalah lain seperti dalam masalah pidana muamalah atau masalah cerai atau rujuk atau rukun yang lain, sangat jelas diutarakan.
4. Akad nikah
Dalam melakukan pernikahan, rukun yang terakhir yang harus adalah dalam pernikahan adalah sighat nikah atau akad nikah. Akad nikah ini terdiri dari ijab dan qobul. Ijab yang diucapkan oleh wali dan qobul yang diucapkan oleh calon mempelai wanita.
Syarat-syarat sighot dalam akad nikah yaitu:
- Sighot hendaknya dilakukan dengan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh khalayak orang yang melakukan akad, penerima akad dan saksi.
- Adanya persamaan antara ijab dan qabul dari wali dan calon mempelai pria. Diucapkan secara jelas
Bacaan ijab dan qobul pernikahan:
اَنْكَحْتُكَ وزَوَّجْتُكَ مَخُطُوبَتَكَ .... بِبِنْتِى . . . بِمَهْرٍ . . . حَالاً
“Aku nikahkan engkau, atau aku kawinkan engkau dengan anakku yang bernama…. binti.... dengan mahar….tunai.” Ini adalah ijab yang diucapkan oleh wali nikah. Sedangkan yang dibawah ini adalah qobul yang diucapkan oleh calon mempelai pria.
قَبِلْتُ نِكَاحَهَا وتَزوِجَهاَ بِمَهْرِ . . . حَالاً.
“Aku terima nikahnya dengan mahar….tunai.”
Jika tidak bisa menggunakan bahasa Arab, bisa juga menggunakan bahasa Indonesia. Lebih baik menggunakan bahasa Indonesia yang mudah dipahami oleh banyak oleh, daripada menggunakan bahsa Arab tapi tidak dapat dipahami oleh orang lain.